Bandung Mawardi
Orang-orang masih mencari dan mengoleksi buku-buku tentang PKI. Lacak buku memerlukan ongkos dan kesabaran, keberuntungan tak teramalkan. Aku juga memiliki sekian koleksi buku-buku tentang PKI, bacaan untuk referensi pengisahan dan tulisan-tulisan wagu. Buku-buku di masa 1950-an dan 1960-an, berkaitan PKI atau pemikiran-pemikiran tokoh PKI, jarang muncul di pasar. Buku-buku itu tentu jadi sasaran pemusnahan oleh rezim Orde Baru, sirna agar tak ada petaka berdalih stabilitas politik dan pembangunan.
Aku mendapati buku berjudul Pers dan Massa (N.V. Rakjat, 1958), kumpulan tulisan dan pidato Njoto. Informasi tentang buku ini jarang aku dapati dalam obrolan atau tulisan. PKI memang turut membesar melalui pers, mengumandangkan pelbagai pandangan ideologis ke publik. Referensi-referensi untuk mempelajari peran pers dalam gerak politik PKI memang pernah jadi kajian kalangan sejarawan meski tak semoncer tema-tema lain.
Buku setebal 136 ini bakal mengejutkan pembaca jika membaca dengan selisik konteks politik, media, ketokohan di masa silam. Njoto, tokoh di Harian Rakjat, menggunakan pers sebagai alat mujarab, sebaran ide dan propaganda politik. Aku pernah membaca ketokohan Njoto di Tempo. Bacaan itu tentu memberi informasi-informasi untuk melatari pembacaanku atas buku Pers dan Massa. Tulisan-tulisan di buku ini pernah disiarkan di Harian Rakjat dan Bintang Merah.
Njoto menerangkan: “Mulanja tak ada maksud membukukan segala tulisan dan pidato jang dimuat dalam buku ketjil ini. Djika dibukukan djuga bahan-bahan ini adalah karena permintaan-permintaan. Tetapi dalam pembukuan ini sedikitpun tak dilakukan perubahan dari aslinja… Barangkali ada djuga gunanja penerbitan buku ketjil ini, karena pers dan chususnja pers revolusioner Indonesia masih dan selalu berhak atas perhatian, pemikiran, pengupasan dan perbaikan lebih landjut.” Aku belum pernah mendapatkan Harian Rakjat dan Bintang Merah. Kasihan… Keterangan Njoto menggodaku untuk mengerti relasi PKI, pers, revolusi Indonesia.
Seruan keras Njoto dalam artikel berjudul “Pers dan Massa” mengesankan konfrontasi: “Burdjuasi dan kaum tuantanah, dengan menggunakan alat-alat jang modern seperti pers, radio, film, dll. terus-menerus meratjuni Rakjat dengan matjam-matjam fitnah dan kebohongan. Mereka menulis dan menjiarkan apa-apa jang terdjadi, sedang hal-hal jang sesungguhnja terdjadi mereka sembunjikan. Mereka mengetjil-ngetjilkan jang besar dan membesar-besarkan jang ketjil. Pendeknja, mereka memutarbalikkan segala sesuatu.”
Penggunaan kata-kata oleh Njoto mengesankan ada serangan dan otpimisme perlawanan. Penggunaan huruf “R” untuk “Rakjat” menjelaskan pandangan besar. Njoto pun berkeinginan: “Kewadjiban pers Rakjat jalah membersigkan fikiran dan perasaan Rakjat dari segala ratjun itu, menerangkan hal-hal jang benar, menerangkan tuntutan-tuntutan jang adil, dan mendorong Rakjat agar sedar akan hak-haknja sebagai warga negara dan sebagai manusia, dan mendorongnja memperdjuangkan tjita-tjita jang adil.”
Njoto dalam pidato ulang tahun ke-6 Harian Rakjat mengumumkan labar-kabar gembira dan evaluasi. Kabar Njoto: Dengan gembira saja dapat mengumumkan hari ini, bahwa oplah Harian Rakjat setiap harinja sudah mentjapai djumlah 60.000 lembar.” Pengumuman lanjutan tentang evaluasi: “Mengenai isi dan pembagian isi. Harian Rakjat masih banjak jang berpendapat, bahwa berita-berita dan artikel-artikel Harian Rakjat kurang banjak dan bahwa iklan terlalu banjak.” Aku penasaran, ingin melihat dan membuat kliping iklan-iklan di Harian Rakjat. Pembacaan iklan-iklan tentu bisa menjelaskan kebermaknaan propaganda politik dan serbuan iklan ke publik. Aku pun mesti berikhtiar dan berdoa. Amin.
Buku ini memuat pelbagai keterangan, merangsang mempelajari sejarah PKI di Indonesia, 1950-an sampai 1960-an. Pembacaan merujuk ke pers. Buku ini juga melampirkan ucapan-ucapan selamat ulang tahun untuk Harian Rakjat. Tokoh-tokoh di Indonesia dan negara-negara asing memberi selamat, dari tulisan singkat sampai tulisan panjang. Lampiran menjelaskan hubungan Njoto, Harian Rakjat, negara, pers di dunia.
Redaksi L’Humanite memberi keterangan: “Salam hangat dengan ulangtahun kelima lahirnja surat kabar Rakjat jang perkasa, Harian Rakjat, jang berdjuang untuk kemerdekaan sedjati bagi Indonesia, untuk demokrasi, perdamaian dan koeksistensi jang bersahabat dan damai antar semua bangsa.” Redaksi Daily Worker, Inggris, menulis: “Selama 5 tahun umurnja, Harian Rakjat melakukan perdjuangan jang tjemerlang untuk kepentingan kaum buruh dan tani Indonesia serta kepentingan seluruh bangsa Indonesia.”
Pemuatan tulisan penghargaan dari redaksi-redaksi koran dari pelbagai negara tentu membuktikan ada hubungan para penggerak pers, bermisi nasional dan global. Aku membaca lampiran dengan imajinasi tak biasa. Tokoh-tokoh dan nama-nama media tercantum, menguak ada kontribusi besar pers dalam menjalankan agenda-agenda besar di dunia, dari revolusi sampai perdamaian dunia.
Sudibyo, selaku menteri penerangan di masa lalu, memberi keterangan: “Harian Rakjat lahir dan ditempa-digembleng ditengah-tengah bangsa jang tengah membentuk diri, dan men-trace djalan kearah jang sesuai dengan diri pribadinja.” Keterangan ini diberikan dalam ulan tahun ke-7 Harian Rakjat. Roeslan Abdulgani juga turut memberi keterangan: “Dalam mendjalankan tugasnja untuk sesuatu paham politik jang tertentu, Harian Rakjat seringkali memuat karangan-karangan jang dalam fase perdjuangannja dewasa ini ditudjukan kepada mempersatukan tenaga rakjat.”
Njoto, Harian Rakjat, PKI, Indonesia: tema-tema untuk dipelajari agar sejarah tak sirna. Aku cuma membaca dan menulis, mengacu ke keterbatasan buku dan penasaran tak berujung. Begitu.