Tag

, , , , , , ,

Bandung Mawardi

Aku belum mulai membuat daftar pustaka mengenai koleksi buku-buku bahasa. Buku-buku itu selalu bercampur dengan buku sejarah, sastra, politik, filsafat, antropologi, agama… Keinginan untuk menaruh buku-buku tentang bahasa di rak khusus belum terlaksana, tertunda dan tertunda. Aku memperkirakan telah memiliki 300-an koleksi buku tentang bahasa, dari buku pelajaran sampai olahan disertasi. Hasrat mempelajari bahasa sering menimbulkan godaan-godaan berkepanjangan, tak ada jemu atau lelah.

Bahasa 1

Buku tipis berjudul Bahasa Indonesia Umum dan Bahasa Indonesia Purba (Pustaka Rakjat, 1956) adalah warisan langka dari kerja penelitian bahasa oleh Renward Brandstetter, sejak awal abad XX. Aku mendapat buku ini dengan kondisi hampir rusak, lapuk dan berantakan. Adegan membaca mesti hati-hati, berharap tak rusak atau hancur. Buku ini diterjemahkan oleh Sjaukat Djajadiningrat, tampil dengan sampul sederhana, tanpa gambar.

Renward Brandstetter membuat pengakuan, ditulis di tahun 1911: “Sebelum saja membuat karangan tentang penjelidikan mengenai bahasa-bahasa Indonesia, saja memandang perlu mengetahui karangan-karangan asli jang terpenting tentang bahasa itu. Dengan begitu bertahun-tahun saja telah mempeladjari berbagai teks dalam bahasa Indonesia, mula-mula dibawah pimpinan Niemans, kemudian sendiri sadja. Kalau teks-teks itu tiada memuaskan, maka saja – oleh sebab tak pernah mengundjungi Indonesia – berhubungan dengan kaum penjelidik jang telah berpuluh-puluh tahun diam disana, untuk memperoleh keterangan dengan lisan, terutama dengan Snouck Hurgronje, Adriani dan Conant.” Pengakuan ini mengesankan ada kerja penelitian tanpa kehadiran raga di Indonesia. Penelitian berbekal teks-teks dan keterangan lisan, berwujud garapan-garapan memikat.

Renward Brandstetter tak cuma mengurusi bahasa. Publikasi pelbagai penelitian sastra telah diajukan ke pembaca di Eropa, pembuktian ketekunan studi atas bahasa dan sastra di Indonesia. Daftar pendek publikasi tulisan: Der Natursinn in den altern Literaturwerken der Malayen (Sikap terhadap Alam dalam Karangan-Karangan Bahasa Melaju Lama), Die Geschichte von Hang Tuwah alterer Malayischer Sittenroman inst Deutsche iibersetzt (Hikajat Hang Tuah: Roman Susial dalam Bahasa Melaju Lama)… Penelitian tentang sastra Bugis dan Makassar juga jadi representasi kompetensi keilmuan Renward Brandstetter. Aku jadi penasaran untuk mengetahui motif atas penelitian-penelitian tentang bahasa dan sastra di Indonesia saat menjadi “laboratorium” bagi intelektual Belanda, Jerman, Inggris.

Pendataan kata benda, kata kerja, kata bilangan, kata sifat berkonteks fonologi memberi kejutan-kejutan. Kata-kata dalam bahasa Indonesia bisa dicari rujukan ke bahasa-bahasa etnis. Kata sama bisa memiliki arti berbeda, mengalami perubahan dalam pemakaian dan situasi zaman. Pengajuan contoh adalah “racun” dan “jalan”. Kata “ratjun” atau “racun” dalam bahasa Indonesia juga terdapat dalam bahasa Sampit (Kalimantan), bahasa Jawa, bahasa Karo (Sumatra), bahasa Melayu (Malaka). Kata “djalan” atau “jalan” telah ada dalam khazanah bahasa Bontok (Filipina), Sampit (Kalimantan), bahasa Djawa, bahasa Melayu. Lacakan-lacakan ini tak cuma dalam pelafalan kata, diimbuhi sistem bahasa dan konteks kultural.

Aku selalu ingat tentang kebodohanku mempalajari fonologi saat kuliah. Nilaiku jelek, tak ada kepahaman. Fonologi itu ilmu rumit. Aku malas untuk bersabar membaca dan membuat hafalan. Ujian tertulis masih bisa aku kerjakan, dijawab dengan keterbatasan ingatan dan penjelasan pendek. Ujian lisan membuatku kalah. Teman-teman bergiliran masuk ruang ujian, membuktikan kepahaman fonologi. Mereka tampak serius, masuk ruangan dengan tegang, keluar dengan wajah kendur. Ujian telah terlaksana, nilai telah diberikan. Aku tak berani masuk ruang ujian. Minder dan malu bercampur, mengondisikan tubuh untuk bersandar di dinding: merokok dan melamun. Aku memutuskan tak mengikuti ujian, pulang tanpa nilai. Dua hari usai keminderan, aku dipanggil dosen untuk mengurusi ujianku. Aku tetap tak ingin mengikuti ujian lisan. Nilai pun muncul, jelek.

Episode itu membuatku agak repot saat membaca hasil penelitian Renward Brandstetter. Bekal kepahaman fonologi tidak aku miliki. Aku pun mesti mawas diri, pengabaian ilmu-ilmu kebahasaan bisa menghambat hasrat membaca hasil-hasil penelitian berkaitan fonologi.    

Bahasa (2)

Pelacakan akar kata menghasilkan konklusi: “Bahasa Indonesia jang mempunjai sedjarah ialah bahasa Djawa. Dalam taraf pertumbuhannja, jang paling tua bahasa itu dinamai bahasa Djawa kuno. Dapat diduga bahwa bahasa itu menghampiri benar bahasa Indonesia purba. Memang benar hal itu. Sebagian besar gedjala-gedjala bahasa Indonesia umum dan sekarang gedjala bahasa Indonesia purba, terdapat dalam bahasa Djawa kuno.”

Aku sudah mulai mempelajari bahasa Jawa, meurujuk ke sejarah dan perubahan-perubahan saat zaman bergerak. Aku tak berkeputusan menjadi ahli bahasa. Keinginan cuma mengarah ke misi mengetahui, bekal bercerita dan menulis untuk publik. Aku merasa jadi pembaca biasa, membaca tanpa pamrih menjadi doktor atau profesor. Buku-buku dipelajari untuk menjadi referensi menulis, disuguhkan secara wagu dan kaku. Begitu.